Rajawalitimes- tv.com Banten, 27 Mei 2024 Bonus demografi dengan beban hutang Rp 50 juta untuk setiap bayi yang lahir pada hari ini, sungguh sulit dikalkulasi oleh logika yang sehat untuk menjadi generasi emas yang akan ikut mengetuk dan masuk dalam pintu gerbang Indonesia Emas pada tahun 2045
Padahal, masalah sejak awal kemerdekaan Indonesia mengapa mimpi itu baru diungkap setelah seabad Indonesia merdeka. Lantas bagaimana mungkin dari 4 anak yang lahir satu diantaranya pasti terkena stunting yang sangat akut dan mencemaskan, karena tidak bisa ikut menghantar — apalagi bisa ikut masuk — ke dalam gerbang Indonesia Emas pada dua puluh tahun mendatang. Sebab mereka yang lahir kemarin dan hari ini adalah generasi yang akan menjadi ahli waris Indonesia Emas atau kondisi Indonesia yang semakin mencemaskan, karena 25 persen dari generasi yang bertumbuh bakal mewarisi negeri ini hidup dalam kondisi kelaparan dan bergizi buruk yang tak mungkin dapat menjadi daya dorong, atau justru menambah jumlah beban yang berat.
Bonus demografi (demographic devidend) istilah yang digunakan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) atau United Nations Population Funs (UNFPA) merujuk pada potensi pertumbuhan ekonomi yang tercipta akibat perubahan struktur umur penduduk dengan proporsi usia kerja antara 15 tahun hingga 65 tahun lebih besar dari proporsi bukan usia kerja (0-14 tahun dan > 65 tahun.
Dalam kalkulasi matematis bonus demografi diukur dengan menurunnya rasio ketergantungan dari suatu negara yang proporsional dalam bilangan usia produktif yang meningkat. Namun begitu, menurut rumusan PBB, bonus demografi tidak serta merta terjadi ketika jumlah penduduk usia produktif menjadi besar, tetapi harus diiringi dengan peningkatan produktivitas dari penduduk usia kerjanya.
United Nation Population Fund (UNFPA) menyatakan bahwa suatu negara dapat menikmati bonus demografi ketika setiap orang dapat menikmati kesehatan yang baik, pendidikan yang berkualitas, pekerjaan yang layak dan kemandirian anak muda. Lantas — jika pakem ini dapat dijadikan rujukan bagi Indonesia yang hendak menggedor gerbang Indonesia emas pada tahun 2045, cukupkah kondisi dan situasinya memenuhi sarat seperti tersebut di atas ? Padahal, kondisi dan situasi tersebut hanya mungkin dimiliki dengan potensi jumlah penduduk yang mendapat perlakuan dari kebijakan yang baik dan berpihak kepada rakyat.
Inilah dilema bagi Indonesia yang tidak cukup memiliki potensi bonus demografi yang dapat diharap mampu mendorong generasi milenial Indonesia hari ini mempunyai persiapan yang cukup untuk masuk gerbang peradaban dunia yang baru, yang lebih kompleks dan lebih pesat melesat untuk sekedar diimbangi dengan segenap potensi dan kesiapan yang terbatas. Minimal ganjalannya adalah biaya pendidikan yang mengganjal pada semua tingkatan yang tak tertanggungkan. Belum lagi angkatan kerja yang terus terdesak oleh tenaga kerja asing serta kondisi stunting yang masih perlu diberi makan gratis, “ungkap Jacob Ereste
Piter s