MEMPERKUAT TRADISI BERPIKIR DIALEKTIS, KRITIS DAN MEMBUMI.

  • Bagikan
Ikuti Saluran WhatsApp

Ikuti Saluran WhatsApp Rajawali Times Tv

Rajawalitimes-Tv.com Jakarta Rekan-rekan Seperjuangan Merdeka!!! Hari ini (18/6) di Harian Kompas, Prof. Sulistyowati Irianto, menggugat Ilmuwan Kampus, kemana mereka di tengah berbagai persoalan bangsa, khususnya “ketika negara hukum sedang menuju runtuh”, sebagaimana juga dikatakan oleh Prof. Todung Mulya Lubis.

Gugatan terhadap ilmuwan itu juga dilakukan Bung Karno (BK). Saat itu BK mengingatkan bahwa ilmu hanya berguna apabila diabdikan pada kemanusiaan. “Jangankan Partai, atau suatu bangsa, agama pun harus bersekutu dengan ilmu pengetahuan”, kata Putra Sang Fadjar tersebut.

Dalam disertasi “Pemikiran Geopolitik Bung Karno dan Relevansinya terhadap Kepentingan Nasional dan Pertahanan Negara”, variabel terpenting adalah penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, riset dan inovasi. Paradigma berpikir Bung Karno sendiri adalah kritis, dan post-colonial. Karena itulah Bung Karno menggunakan ilmu pengetahuan, yang memperkuat tradisi kepemimpinan intelektual, namun dibumikan dengan problematika rakyat Indonesia dan juga dalam dialektika dengan sejarah Indonesia dan dunia. Dengannya Bung Karno bisa merumuskan arah masa depan. Misalnya, tesisnya bahwa Indonesia akan merdeka terjadi ketika Perang Pasifik. Itu diakui oleh Bung Karno, bukan sebagai ramalan, namun sebagai “dialektika atas situasi revolusioner di masa depan” (Baca Buku Cindy Adams).

Dalam teori geopolitik Soekarno, yang disebut “Progressive Geopolitical Co-exsistance”, Bung Karno menghadapi life line of imperialisme (garis hidup imperialisme) dengan menggalang bangsa-bangsa terjajah melalui KAA, GNB, Conefo, hingga yang belum berjalan adalah Konferensi Tiga Benua (Tri Kontinental).

Dengan life line baru yang berdasarkan Pancasila, maka Indonesia berjuang mempelopori tata dunia baru. Dalam upaya itu, Indonesia harus menjadi pintu gerbang kemajuan dari Samudera Hindia menuju masa depan dunia di Pasifik. Dan basisnya adalah penguasaan Iptek.

Atas dasar hal tersebut, senafas dengan pemikiran Prof. Sulistyowati Irianto, Bung Karno membangun universitas sebagai city of intellect dalam cara pandang geopolitik. IPB sebagai pusat pengembangan pangan secara hulu hilir; Universitas Pattimura sebagai pusat penelitian oceanografi terbesar di Asia; UGM berkaitan dengan ideologi negara, penataan kawasan pedesaan, ekonomi pertanian, dan tata pemerintahan; ITB sebagai pusat penguasaan teknologi industri dan antariksa; UI sebagai pusat pengembangan ilmu kedokteran dan kesehatan masyarakat. Univ. Cendrawasih menyatukan diti dengan upaya membangun kekuatan Maritim dengan hutan-hutannya yang tidak boleh dijamah karena menjadi Paru-paru dunia. Demikian halnya universitas yang lain. Semua perguruan tinggi tersebut sebagai city of intellect menopang konsepsi koridor strategis yang telah ditetapkan oleh Bung Karno pada tahun 1958. Misal Sulawesi sebagai Lumbung Pangan; Sumatera Perkebunan; Jawa sebagai pusat jasa dll.

Seluruh pemikiran Bung Karno masih relevan dan sebagai Partai Nasionalis Soekarnois, seluruh anggota dan kader PDI Perjuangan berkewajiban untuk menggali seluruh ide, gagasan, pemikiran dan perjuangan Bung Karno.

Terus perkuat tradisi berpikir dialektis yang kritis dan membumi, serta terus mencari arah masa depan bangsa berdasarkan gagasan Bung Karno dan para tokoh bangsa lainnya. ungkap Hasto Kristiyanto Sekjen DPP PDI Perjuangan.

Redaksi Piter Siagian

PT. MEDIA INTI RAJAWALITIMES NUSANTARA
Author: PT. MEDIA INTI RAJAWALITIMES NUSANTARA

Suka Menulis, nonton sepakbola, main catur, baca filsapah,

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini