Rajawalitimes-Tv.comĀ Jakarta 22 Juni 2024. Sudahkah melihat dan mendengar obrolan Bocor Alus Politik di TEMPO yang mengangkat tema Jokowi-PDIP Retak Hasto Diburu? Jika belum akan saya jelaskan garis besar obrolan Bocor Alus Politik di Tempo ini, dan jika sudah (melihat dan mendengar) akan saya tambahkan beberapa info mengenai tema ini.
Redaktur Hukum Bocor Alus Politik, yakni Ricky Ferdianto memberikan informasi yang menurut pengakuannya didadapat dari Kuningan (baca: Gedung KPK). Ia mengatakan bahwa Hasto diperiksa oleh KPK soal Harun Masiku, dan menariknya katanya, KPK saat merampas barang-barang milik Hasto yang diperoleh dari staf Hasto, yakni Kusnadi, KPK tidak hanya melacak informasi-informasi yang ada di hp milik Hasto, melainkan pula dari buku catatan PDIP milik Hasto.
Dalam buku catatan PDIP itu –masih menurut Ricky– terdapat catatan mengenai laporan-laporan Hasto Kristiyanto sebagai Sekjen PDIP pada Ketua Umum PDIP Ibu Megawati Soekarnoputri. Poin terpentingnya adalah strategi PDIP menghadapi Pilkada bulan November 2024 mendatang. Sedangkan dari hp Hasto yang ikut dirampas dari Kusnadi, KPK telah melihat dan mempelajari isi percakapan Hasto dengan orang-orang tertentu yang dianggap ada kaitannya dengan kasus suap KPU, Harun Masiku (HM). Di antaranya percakapan Hasto dengan pengacara yang berinisial S, yang kemudian disebutnya sendiri yakni Saiful.
Saya yang mendengar youtube ini jadi terkejut, apa mungkin yang dimaksud itu Saiful saya? Karena selain nama saya Saiful (lengkapnya Saiful Huda), saya juga terus terang paling sering berkomunikasi dengan tokoh-tokoh masyarakat termasuk lingkaran para pejabat negara, diantaranya ya Mas Hasto Kristiyanto itu. Namun setelah saya ingat, ada nama Saiful Bachri juga dalam pusaran kasus suap KPU Harun Masiku. Namun setelah saya dengar Saiful yang ada dalam kasus HM ini bukan pengacara, saya jadi tersenyum sendiri, permainan politik makin nampak.
Lihat saja pernyataan Jubir KPK Ali Gufron pada tanggal 5 Juni, Hasto katanya dipanggil terkait informasi salah seorang saksi yang bernama Simon Petrus dan seorang mahasiswa, namun hampir 4 jam Hasto diperiksa, mengapa tidak ada satupun informasi yang berkaitan dengan dua saksi tsb? Apakah itu hanya strategi KPK untuk menghadirkan Hasto, namun tujuan sebenarnya adalah merampas barang-barang dari Kusnadi yang berisi rahasia Partai? Apakah itu cara untuk menundukkan Hasto dan PDIP demi ambisi baru Jokowi untuk menerapkan apa yang terjadi dalam Pilpres ke dalam Pilkada, termasuk untuk memuluskan langkah Kaesang dan Bobby menantunya?.
Maka bisa dipahami, mengapa Saudara Rossa sampai menyamar, membohongi, merampas, mengintimidasi, hingga memeriksa Kusnadi tanpa melalui Surat Panggilan. Jadi ini permainan politik yang sangat kasar. Jadi bisa dipahami mengapa sosok kredibel seperti Saut Situmorang, mantan Komisioner KPK sampai menyatakan: “Penyidik KPK diremote oleh kepentingan diluarnya”.
Kembali pada Saiful Bachri, sebagai orang yang konon dititipi uang oleh Harun Masiku untuk memenuhi permintaan oknum KPU. Bukankah Saiful Bachri beserta oknum KPU itu keduanya saya dengar juga sudah menerima hukumannya, dipenjara dan keduanya sudah bebas juga? Dalam seluruh proses itu, tidak ada satupun keterkaitan dengan Mas Hasto berdasarkan fakta-fakta di pengadilan. Jadi akhirnya permainan semakin terang bahwa ini persoalan bagaimana mengendalikan PDIP agar bisa diatur dalam Pilkada.
Berbagai persoalan politik itulah yang membuat Jurnalis TEMPO di obrolan Bocor Alus (Raymundus) ini sendiri merasa heran, mengapa kasus yang sudah lama dan proses hukumnya sudah lama mandeg, kok tiba-tiba dibuka kembali, apa ini karena Hasto sering memberikan pernyataan yang bersebrangan dengan istana? Seperti pernyataan Hasto soal Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Perkara No 90 yang langsung menegaskan ada intervensi istana. Ataupun analoginya dengan Supir Truk yang membikin merah telingga Ibunda Gibran? “Supir Truk saja masih harus diperhatikan batasan usianya, lah masak Putusan MK soal Capres/Cawapres tidak memperhatikan soal umur?”. Begitu kata Hasto menurutnya.
Selain itu juga ketersinggungan “Istana” terhadap pernyataan Hasto soal dana kampanye Jokowi yang pernah diungkap oleh Hasto ke publik. Mungkinkah karena hal ini, Hasto kemudian diburu?.
Ricky Ferdianto (jurnalis TEMPO) kemudian memberikan tanggapan, bahwa “kasus Harun Masiku ini dibuka lagi karena Kuningan (baca:KPK) sudah mempunyai petunjuk soal keterlibatan Hasto dalam upaya menyembunyikan Harun Masiku. Saya tidak percaya dengan hal ini karena Mas Hasto hanya didiamkan saja di KPK dan hanya ditanya soal biodata pribadinya saja. Penyidik malah lebih asyik merampas dan memeriksa Kusnadi staf Mas Hasto.
Dari sinilah saya mau tambahkan penjelasan analisa politik saya mengenai pernyataan terakhir dari Ricky Ferdianto jurnalis TEMPO ini. Menurut saya Ricky tidak perlu heran, mengapa supporting dari para pimpinan KPK minor dalam kasus ini, namun penyidik KPK yang bernama Rossa nampak begitu agresif hingga berani melakukan pelanggaran hukum acara pidana karena kuatnya backing politik di belakangnya. Karena itulah saya menantang Bocor Alus, agar fair, bongkar dong, siapa sosok kuat yang dibelakang Rossa? Mengapa Rossa begitu bernafsu untuk suap biasa, sementara korupsi tambang, judi on line, narkoba malah terkesan dibiarkan?.
Tak hanya itu, Rossa (penyidik KPK) juga memeriksa dan mengintimidasi Kusnadi tanpa melalui surat pemanggilan terlebih dahulu, padahal Kusnadi –juga Mas Hasto– tidak ada sama sekali sangkut pautnya dengan kasus yang sudah inkrah ini. Bukankah ini semua merupakan pelanggaran hukum? Kitapun bisa bertanya-tanya, apa motif Rossa hingga begitu agresif sekali membuka kembali dan menyeret-nyeret nama Mas Hasto dalam kasus ini?. Oh ya, jika KPK katanya sudah tau HM ada di Moro kok masih dibiarkan saja, tidak ditangkap-tangkap? Ini ngibul (bohong) ataukah sengaja “dimainkan” isunya hingga selesai Pilkada?.
Kita tentunya sangat khawatir sekali jika pemeriksaan pada Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto ini merupakan “Operasi Khusus” (Opsus) Istana yang menggunakan aparat penegak hukum. Dan kekhawatiran ini tentu tidak berlebihan, karena para akademisi dan pemikir kebangsaan seperti Prof. Sulistiyowati, Pak Sukidi dan Prof. Magnis Suseno sendiri juga kompak menyoroti soal praktik penegakan hukum selektif yang dinilainya menarget rival politik rezim pemerintah.
Dalam diskusi yang bertajuk “Hukum Sebagai Senjata Politik” yang diselenggarakan oleh Nurcholish Madjid Society di Jakarta, Rabu (19/6/2024), mengutip hal yang ditulis oleh Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt, Pak Sukidi menuturkan,”bahwa penegakan hukum selektif dapat dilihat ketika hukum diteggak dengan tebang pilih. Hukum menarget mereka yang menjadi rival politik atau musuh politik. Namun kepada sahabat, teman atau koalisi politik, hukum bisa tidak ditegakkan.” Pak Sukidi juga menyebut, penegakan hukum dilakukan selektif (baca: tebang pilih) saat menyikapi proses permintaan klarifikasi terhadap Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto di KPK.
Hemmm…menarik sekali bukan soal Opsus dengan menggunakan aparat penegak hukum terhadap Sekjen PDIP Mas Hasto ini? Beberapa waktu yang lalu saya mencoba berdiskusi dengan beberapa teman, saya mendapatkan kesimpulan yang memang tentu saja masih harus menunggu pembuktian, bahwa kasus ini sengaja dibuka kembali demi Sang Bos yang ingin mencari setoran dana politik. Karenanya jangan heran, kasus kecil suap KPU Harun Masiku dibesar-besarkan dengan menyeret-nyeret nama Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, agar nama besar PDIP hancur lebur dan kalah total dalam Pilkada serentak November 2024 mendatang, serta kasus-kasus besar seperti Judi Online dan Kasus Korupsi Tambang yang mencapai tiga ratus triliun rupiah terlupakan. Taukah siapa Sang Bos? Inisialnya LSP dan JW.
Ini hanya dugaan kami, bisa benar bisa salah, namun jika benar bersiap-siaplah mereka menerima perlawanan dari Banteng yang sudah lama dibikin mereka terluka dan berdarah-darah,” pungkasĀ Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer and Journalist.
Redaksi piterĀ s